Idul Fitri 1432 H

August 30, 2011

Nunga Merdeka Hamu…. Merdeka Ma…!

August 13, 2011

Nunga Merdeka Hamu…?  Merdeka Ma…!

Sumber: Photobucket

IKAM MAS RAKSASA DI DANAU TOBA

August 10, 2011

IKAM MAS RAKSASA DI DANAU TOBA

Oleh: Maridup Hutauruk

Pada akhir Maret 2011 diberitakan di Kompasianer ditemukannya Ikan Mas Raksasa di Danau Toba oleh Petani Keramba Jala Apung, yang beratnya lebih dari 30 Kg. Apakah temuan ini menjadi sesuatu yang aneh untuk ukuran Danau Toba yang maha luas itu? Tentu saja tidak! Apalagi ikan itu ditemukan disekitar pengusahaan Keramba Jala Apung yang kaya dengan sumber pakan tersisa.

Ikan mas yang dikenal di Indonesia adalah dari spesies Cyprinus Carpio, Linn. 1758, yang oleh para ahli perikanan dibuat menjadi beberapa penggolongan. Ada penggolongan berdasarkan bentuk yang disebut bersisik normal dinamai Karper dan bentuk  sirip memanjang dinamai Kumpai. Ada juga yang membuat penggolongannya dikelompokkan sebagai kelompok konsumsi dan kelompok hias. Read the rest of this entry »

Selamat Berpuasa

July 31, 2011

Bila Naga Padoha Menggeliat Ada Gempa Di Tanah Batak

June 18, 2011

Oleh: Maridup Hutauruk

 

Secuplik Ajaran Habatakon

Pada masyarakat Batak Tua meyakini bahwa Alam Raya Semesta (Alrase) dikuasai oleh tiga kekuatan pada tiga alam yang berbeda yang disebut Banua Ginjang (Surga-Kayangan), Banua Tonga (Alam Realita), Banua Toru (Alam Percobaan dan Penderitaan). Tuhan Pencipta Alam Raya Semesta yang disebut dengan Nama Mulajadi Nabolon mewenangkan penguasaan ke tiga Banua tersebut kepada 3 Dewa Penguasa yang masing-masing disebut Dewa Batara Guru yang berkuasa atas Banua Ginjang, Dewa Mangala Sori yang berkuasa atas Banua Tonga, dan Dewa Mangala Bulan yang berkuasa atas Banua Toru. Mereka disebut Debata Natolu (Dewa Triniti) dan bersinggasana di Kayangan.

Dari kerajaannya di Kayangan, mereka masing-masing mengutus berbagai dewa-dewa ke bumi yang menjadi raja atas apa yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Sebut saja Dewa Mangala Bulan mengutus dewa dan dewi yang menguasai tanah dan air, termasuk dewa pengacau kehidupan manusia yang ditempatkan di dalam bumi. Dewa yang menguasai tanah untuk kesuburan bernama Boraspati, Dewi yang menguasai air bernama Siniang Naga, dan Dewa yang mengacau kehidupan manusia apabila sudah keluar dari tatanan kearifan-hidup adalah bernama Naga Padoha dan lebih lazim digelari sebagai Raja Padoha.

Dalam Agama Batak Tua diriwayatkan bahwa pada masa penciptaan Alrase banyak dewa dan dewi dari Kayangan diperintahkan oleh Mulajadi Nabolon untuk membentuk segala benda-benda langit (Belangit) di Alrase. Tersebutlah satu dewi bernama Deak Parujar, putri dari Batara Guru turun ke bumi yang pada awalnya bumi seluruhnya masih diselimuti oleh air. Deak Parujar berhasil  menjadikan daratan di bumi melalui pemintalan benang menjadi ulos dan kemudian menggelarnya menjadi daratan tempatnya berkuasa. Atas ijin dari Mulajadi Nabolon maka bumi dipenuhi oleh tumbuh tumbuhan dan mahluk hidup yang menyenangkan hati Deak Parujar.

Tiba saatnya bagi Mulajadi Nabolon mengijinkan Mangala Bulan untuk mengutus anaknya bernama Odapodap yang tubuhnya berbentuk mirip Komodo (ILIK) menjumpai Deak Parujar agar menjadi istrinya untuk menguasai Bumi. Singkat cerita bahwa mereka menjadi suami istri di bumi yang kemudian melahirkan keturunan yaitu sepasang manusia setengah dewa bernama Ihat Manisia (Laki-laki) dan Itam Manisia (Perempuan) dan menjadi pasangan yang melahirkan manusia Batak dan menjadi berbagai bangsa-bangsa di seluruh dunia. (Manusia Batak berasal muasal dari Kayangan, bukan dari tanah.)

Sejak awal pekerjaan Deak Parujar menciptakan daratan bahwa atas seijin Mulajadi Nabolon, Mangala Bulan telah mengutus satu dewa Nagapadoha dari Kayangan untuk turun ke bumi dengan maksud mengusik pekerjaan Deak Parujar agar dia selalu ingat janjinya kepada Mulajadi Nabolon untuk bersedia dinikahi oleh anak Mangala Bulan bernama Odapodap yang buruk rupa mirip Komodo, karena Mulajadi Nabolon sudah mentitahkan kepada Dewa Triniti bahwa diantara keturunan mereka harus saling kawin-mengawini secara silang, yang kemudian diterapkan di bumi oleh keturunan manusia (Batak) dikenal sebagai Dalihan Natolu.

Gangguan yang selalu dilakukan oleh Naga Padoha kepada Deak Parujar pada awal penciptaan daratan membuat  Deak Parujar murka dan berhasil mengikat Naga Padoha sehingga tidak bergerak lagi, karena apabila Naga Padoha bergerak maka daratan yang sedang diciptakan oleh Deak Parujar akan berguncang dan longsor. Sejak saat itu Naga Padoha tidak lagi leluasa mengganggu Deak Parujar. Tetapi apabila Deak Parujar lupa akan janjinya, sementara Naga Padoha memang diutus untuk mengingatkan Deak Parujar agar selalu sadar bahwa dia adalah mahluk Kayangan dan bukan di bumi tempatnya, maka Naga Padoha menggeliatkan badannya maka bumi ikut berguncang.

Setelah sepasang manusia setengah dewa tersebut (Ihat Manisia dan Itam Manisia) yang dilahirkan oleh pasangan dewa-dewi dari Kayangan yang bernama Odapodap dan Deak Parujar, sudah cukup kuat untuk tinggal dan hidup untuk berkuasa di bumi maka kemudian Odapodap dan Deak Parujar dipanggil kembali oleh Mulajadi Nabolon untuk bersemayam di Kayangan sebagai takdirnya untuk tinggal.

Demikianlah sepenggal cerita dari ajaran agama Batak Tua bahwa Naga Padoha akan menggeliat apabila manusia sudah mulai meninggalkan kearifan ajaran Habatakon (Kearifan Batak). Menggeliatnya Nagapadoha dipercaya sebagai wujud nyata adanya gempa bumi yang menjadi kesengsaraan bagi manusia.

Dari sisa-sisa kepercayaan kearifan Habatakon ini masih terdengar teriakan ‘suhul…. suhul…. suhul….’, apabila sedang terjadi gempa bumi. Suhul artinya gagang golok (parang/pedang). Dalam pandangan masyarakat Batak Tua bahwa Naga Padoha masih bersemayam di perut bumi dan digambarkan sebagai mahluk mistis berbentuk naga. Diyakini bahwa mahluk mistis ini akan takut kepada manusia apabila semua manusia sedang siap tempur memegang gagang pedangnya masing-masing, sehingga Naga Padoha tidak menggeliat tetapi akan tidur ketakutan. Itulah salah satu bentuk Kearifan Lokal Bangsa Batak.

Tanah Batak Diguncang Gempa Lagi..!

Berita-berita di media massa mengejutkan masyarakat khususnya masyarakat Batak yang di perantauan tentang terjadinya gempa berkekuatan 5,5 SR (Skala Richter) pada Selasa 14 Juni 2011. Catatan yang direkam oleh United State Geology Survey (USGS) bahwa gempa yang terjadi pada Selasa 14 Juni 2011; Jam 10:01:29 WIB di Pusat Gempa dengan besaran 5,6 SR, berada pada posisi 1,830° Lintang Utara dan  99,127° Bujur Timur, di kedalaman 22 km dan berjarak 42 km dari Sibolga, 53 km dari  Padang Sidempuan, 122 km dari Pematang Siantar, 1.231 km dari Jakarta.

Dua Kecamatan yang paling parah mengalami bencana ini yaitu Kecamatan Pahae Jae dan Kecamatan Simangumban.

Dari data yang dikumpul oleh Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Kabupaten Taput per tanggal 15 Juni 2011 bahwa kerusakan yang terjadi (diambil dari situs resmi Pemda Taput):

 Kecamatan Pahae Jae :

  • TK/PAUD sebanyak  : 3 unit rusak ringan; 1 unit rusak berat
  • SD-SMA/SMK sebanyak : 11 unit rusak berat
  • Gereja sebanyak  : 4 unit rusak ringan; 3 unit rusak berat
  • Mesjid/Musola,Langgar sebanyak  : 2 unit rusak ringan; 1 unit rusak berat
  • Perkantoran sebanyak  : 2 unit rusak sedang; 3 unit rusak berat
  • MCK sebanyak  : 3 unit rusak berat
  • Jembatan sebanyak  : 1 unit rusak berat
  • Rumah penduduk sebanyak  : 520 unit rusak ringan; 38 rusak sedang, 217 unit rusak berat

 Kecamatan Sumangumban :

  • SD-SMA/SMK sebanyak : 2 unit rusak ringan; 1 rusak sedang
  • Gereja sebanyak  : 1 unit rusak ringan
  • Mesjid/Musola,Langgar sebanyak  : 1 unit rusak ringan
  • Perkantoran sebanyak  : 1 unit rusak ringan
  • Jembatan sebanyak  : 1 unit rusak ringan
  • Rumah penduduk sebanyak  : 7 unit rusak ringan; 1 rusak sedang, 32 unit rusak berat

    Gempa yang belum masuk kategori besar ternyata menghasilkan daya rusak yang besar untuk Tarutung. Beberapa lokasi jalan di Lintas Sumatera mengalami kerusakan  dan longsor yang menimbulkan kemacetan, seperti yang terdapat di Pahae Julu di Desa Silangkitang, Desa Onanjoro, Desa Sarulla, sampai Lobupining, Ruang Ni Homang. 

Ada apa dengan alam Kabupaten Tapanuli Utara ini? Rasanya kita setiap tahunnya disuguhi berita gempa yang selalu melanda Kabupaten termasuk termiskin ini. Ada beberapa rekaman gempa yang tercatat terjadi di Tarutung beberapa tahun belakangan ini:

  • Selasa 10 Januari 2006 pukul 11.00 WIB terjadi  gempa di Tarutung berkekuatan 4,1 SR, dan berada sekitar 2,030 Lintang Utara, 98,980 Bujur Timur, dengan kedalaman mencapai 15 Kilometer dan pusat gempa berjarak  48 Kilometer Timur Kota Tarutung.
  • Pada 19 Mei 2008;  pukul 21:26:47, terjadi gempa di Tarutung (Taput) dengan besaran 6,1 SR pada posisis 1,680 Lintang Utara dan 99,190 Bujur Timur, di kedalaman 10 Km, dan pusat gempa di darat berada pada arah 35 kilometer Barat Laut Kota Padang Sidempuan, Sumut
  • Pada Minggu 28 Pebruari 2010, Tarutung diguncang gempa berkekuatan 5,2 SR sekitar pukul 19.13 pada posisi 2,070 Lintang Utara, 98,910 Bujur Timur, di kedalaman 10 Km. dan sekitar 9 kilometer Barat Laut Kota Tarutung, Sumatera Utara.
  • Pada 10 Maret 2010 Masyarakat Tarutung merasakan adanya gempa sebanyak dua kali sekitar jam 19.00 WIB dan 21.20 WIB, namun tak tercatat berapa besarannya..
  • Pada Jumat, 9 April 2010 terjadi gempa di Tarutung sekitar pukul 19: 07 WIB dengan besaran 4,7 SR pada posisi 1.910 Lintang Utara 99.230 Bujur Timur, di kedalaman 10 Km sekitar 30 Km arah tenggara Tarutung.
  • Pada Selasa  10 Mei 2011, 23:59 WIB juga terjadi gempa kecil dengan besaran hanya 3 SR pada posisi 2,170 Lintang Utara 99,040 Bujur Timur, di kedalaman 10 Km, dan pusat gempa sekitar 21 Km Timur Laut Tarutung. Walaupun gempa kecil namun penduduk merasakan gempa tersebut.
  • Kejadian yang baru saja kita saksikan.

Mensikapi Gempa Di Tanah Batak

Sempat beredar berita bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Medan tidak cepat tanggap atas bencana yang terjadi di Tarutung, padahal kerusakan yang terjadi cukup massiv. Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs resmi Pemba Taput terjadi Total Kerusakan Rumah penduduk sebanyak 777 rumah (ringan, sedang, berat), Sekolah TK/PAUD, SD, SMP, SMA sebanyak 18 (ringan, sedang, berat), Rumah Ibadah (Gereja dan Mesjid) sebanyak 12 (ringan dan berat), Perkantoran sebanyak 6 unit (ringan, sedang, berat), Jembatan sebanyak 2 (ringan dan berat), Fasilitas Mandi-Cuci-Kakus (MCK) sebanyak 3 unit (berat). Disamping itu banyak titik Jalan Lintas Sumatera yang rusak dan longsor.

Melihat besaran gempa yang hanya sebesar 5,5 Skala Riechter (SR) memang sekilas bukanlah merupakan gempa yang besar. Tetapi ada alasan yang kuat bahwa gempa yang sangat kecil sekalipun apabila kejadiannya di Tarutung atau Kabupaten Tapanuli Utara maka besar kemungkinan menjadi suatu bencana yang besar. Pendapat ini bukan hanya ucapan hiperbol yang selalu dicitrakan kepada gaya bicara orang-orang dari Tanah Batak, tetapi secara teknis berdasarkan letak geografisnya memang memungkinkan terjadi hal yang fatal.

Berbagai kesaksian masyarakat seperti yang dicatatkan di atas, bahwa gempa bumi yang hanya sebesar 3 SR sudah mampu menggoyang Tarutung dan Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini memungkinkan karena kenyataannya bahwa Tarutung dan umumnya Kabupaten Tapanuli Utara memang terletak diatas gunung aktif yang disebut dalam peta Vulkanologi bernama Gunung Hela Toba.

Sudahkah Pemprov Sumatera Utara memahami bahwa Kabupaten Tapanuli Utara memang berada diatas dapur magma, dimana dibawah kabupaten ini terdapat dapur magma yang kedalamannya untuk ukuran vulkanologi sangatlah tipis. Artinya bahwa Kabupaten Tapanuli Utara atau khususnya Tarutung dan sekitarnya dapat saja setiap saat mengalami letusan yang mengeluarkan isi dapur magmanya. Bukti fisik dapat diketahui bahwa banyak titik hot-spring-water muncul di Tarutung dan sekitarnya, dan ada 43 titik geothermal di kawasan itu.

Pada awal bulan Juni 2011 ini sebenarnya ada indikasi akan terjadinya  kejadian gempa dimana Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Tapanuli Utara ada menggelar Simulasi Siaga Satu, dan nyatanya setelah gelaran simulasi itu menjadi kenyataan bahwa terjadi gempa pada Selasa 14 Juni 2011 yang sempat disikapi kurang tanggap oleh Pemprov Sumut.

Ring Of Fire

Kepulauan Nusantara dari mulai Papua sampai dengan Aceh merupakan gugus kepulauan yang dikelilingi oleh garis Lingkaran Api (Ring of Fire).

Ring of Fire merupakan garis gempa sepanjang 40,000 km mengitari Lautan Pasifik dari mulai Selandia Baru-Seluruh Indonesia- Garis Pantai Timur Benua Eurasia-dan seluruh Pantai Barat Benua Amerika, dan dalam peta, garis ini mirip bentuk tapal kuda. Hampir 90% terjadinya gempa bumi berada pada jalur Ring of Fire ini, 75% Gunung Berapi terdapat di lintasan Ring of Fire, dan 80% letusan gunung merapi terbesar dalam sejarah berada pada lintasan ini.

Sepanjang garis Pantai Barat Pulau Sumatera terdapat patahan yang memanjang sampai ke garis Pantai Selatan Pulau Jawa dan berlanjut sampai Selandia Baru terdapat patahan sebagai bertemunya dua lempeng benua Eurasia dan Australia. Khususnya pada patahan di Pantai Barat Pulau Sumatera bahwa lempengan Australia menyuruk masuk ke lempengan Eurasia dengan kecepatan sekitar 50 – 65 mm per tahun di titik temu sekitar 5000 m dalamnya dari permukaan laut dan berjarak sekitar 200 km dari garis Pantai Barat Pulau Sumatera.

Ada dua kemungkinan yang terjadi bila lempengan Australia menekan lempengan Eurasia di sepanajang garis Pantai Barat Pulau Sumatera. Kemungkinan pertama bahwa untuk periode kurun waktu tertentu bahwa Pulau Sumatera tertekan kebawah sehingga Pulau Sumatera mengalami perendahan yang mengakibatkan garis pantainya menyusup ke daratan. Fenomena ini ada dalam catatan sejarah bahwa ribuan tahun kebelakang disebutkan bahwa Selat Malaka yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan daratan asia di Semenanjung Malaysia masih bersambung sebagai daratan dan secara periodik  menjadi tergenang oleh air laut.

Kemungkinan kedua bahwa bergeraknya lempengan Australia menyuruk lempengan Eurasia memungkinkan terangkatnya Pulau Sumatera menjadi lebih tinggi. Dalam catatan sejarah geologi bahwa Pulau Samosir yang berada di tengah-tengah Danau Toba tidaklah setinggi seperti sekarang ini, tetapi secara gradual selama ribuan tahun terjadi peningkatan ketinggiannya. Kemungkinan ini dapat pula sebagai argument bahwa permukaan air Danau Toba yang belakangan ini disebutkan menjadi surut boleh jadi bukan karena debit airnya yang semakin berkurang, tetapi Pulau Samosir tersebut yang semakin meninggi.

Dari dua kemungkinan utama bergeraknya dua lempengan benua itu akan meninggalkan peristiwa-peristiwa alam berupa bencana bagi manusia yang tinggal disekitarnya. Gempa Bumi Tektonik, letusan gunung berapi, munculnya gunung-gunung baru, munculnya mata air panas (hot spring water). Bukit Barisan yang membentang dari Barat Daya (Ujung Aceh) sampai Tenggara (Ujung Bengkulu) di Pulau Sumatera adalah akibat pergerakan dari Lempeng Australia yang mendesak Lempengan Eurasia.

 

Gunung Hela Toba

Banyak yang tidak menyadari bahwa Khususnya Tarutung dan sekitarnya dan umumnya Kabupaten Tapanuli Utara adalah berada diatas sebuah Gunung Vulkanis bernama Gunung Hela Toba. Bahkan banyak pula yang tidak menyangka bahwa dibawah kabupaten ini terdapat dapur magma berupa debu vulkanik yang sangat besar, dan setiap saat dapat saja meletus memuntahkan isi perutnya.

Ada sekitar 43 titik geothermal terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara di Kota Tarutung dan Sekitarnya di kedalaman terendah sekitar 200 m. Titik-titik geothermal ini menunjukkan bahwa perut bumi Tarutung memang merupakan dapur magma dari sebuah Gunung Vulkanik yang disebut Hela Toba tadi. Untuk kedalaman rata-rata yang disebutkan ini bukanlah ukuran yang besar untuk parameter vulkanis, malah dianggap permukaan tanah di sekitar Tarutng ini sangat tipis/dekat dengan sumber panas bumi.

Untuk menjaga keseimbangan dari panas yang terperangkap di perut bumi Tarutung, maka bermunculanlah titik-titik geothermal. Bagaimana bila panas ini tidak tersalurkan ke permukaan tanah melalui sumber-sumber mata air panas, maka panas tersebut akan terus terperangkap yang boleh jadi tiba saatnya akan meletus sebagai sumber malapetaka bagi umat manusia sebagaimana letusan Gunung Toba sekitar 73,000 – 75.000 tahun silam.

Oleh karena adanya dua lempengan benua yang terus bergeser dan ada pula gunung aktif yang mengandung potensi panas di perutnya yang tidak begitu dalam dari permukaan tanahnya, maka Tarutung sangat rentan terhadap pergerakan kerak bumi. Sekecil getaran gempa berukuran 3 SR sudah mampu mengguncang kulit bumi Tarutung, bahkan gempa yang terjadi berjarak relative jauh juga mempengaruhi kerak bumi tipis untuk ikut berguncang juga.

Jadi, adalah pandangan yang salah apabila para pejabat di Pemprov Sumut sempat kurang tanggap terhadap Gempa Tarutung yang hanya 5,5 SR itu, dan baru bereaksi setelah kenyataannya terjadi kerusakan massive yang menyengsarakan itu, karena di dalam perut bumi Tarutung memang masih bersemayam Nagapadoha.

Memanfaatkan Sang dewa Naga Padoha

Manusia diberikan kecerdasan untuk memanfaatkan alam demi kebaikan umat manusia. Sama seperti kecerdasan yang dimiliki oleh dewi Deak Parujar yang sudah mengikat Nagapadoha agar tidak bergerak, seharusnya Manusia keturunan dewi Deak Parujar di jaman modern sekarang sudah jauh lebih cerdas lagi untuk mengatasi Nagapadoha ini.

Apakah manusia-manusi keturunan Deak Parujar sudah kehilangan kearifannya untuk mampu memahami bahwa masih ada Nagapadoha bersemayam di perut bumi pertiwinya (bonapasogit)? Apakah mereka memang sudah tidak mengenal lagi kearifan Habatakon itu yang sudah hilang tergilas peradaban yang pada dasarnya tidak dikenalnya itu? Boleh jadi Deak Parujar sedang menangis di Kayangannya melihat keturunannya tak mau perduli untuk mengatasi gangguan Nagapadoha terhadap diri mereka sendiri? Lihatlah..! Naga Padoha baru mengerakkan kaki kirinya pada Selasa 14/09/2011 ternyata menjadi musibah dan bencana yang datang.

Apabila bumi semakin panas maka Nagapadoha pun akan terusik untuk bergerak, dan guncanglah bumi alias terjadi gempa, menderita lah keturunan Deak Parujar ! Siapa yang salah? Untuk mengatasi agar Naga Padoha tetap tenteram yang umumnya adalah karena sudah kegerahan, maka berikut ada beberapa tips untuk dilakukan oleh keturunan Deak Parujar:

Khusus kepada yang masih mengaku keturunan Deak Parujar:

  • Padao hamu ma mohop ni roha sian mulai na di ate-ate, di ulu, di tangan, di pat, dln. Alana gabe muncul do ‘mohop’ na boi padungohon Raja Padoha. Jadi padao ma angka Hosom, Teal, Elat, Late.
  • Unang ma hamu marsisogo, marbadai tu angka dongan jolma, apalagi ma tu sisolhot, na marhaha maranggi martutur. Unang pola paihut-ihut angka hata uhum na manjujui asa marsitongkar, marsisogo, marbadai tu dongan jolma, apalagi ma tu angka natuatua. Molo dipatupa hamu do sisongon on gabe ro ma ‘mohop’ na boi mandungoi Raja Padoha.
  • Unang pola jonoki hamu jolma na ro tu portibi on mamboan podang, na so mambahen dame. Gabe ‘mohop’ do rohamu mamereng angka na masa i, na boi padungohon Raja Padoha.
  • Unang pola marpesbuk hamu di angka parpestaan na gabe dang diparsiajari hamu be habatakon. Sian pesbuk i adong do radiasi gelombang na boi marnginging di pinggol ni Raja Padoha, Gabe dungo ma anon ibana.
  • Na opat on ma jolo, asa songon suhi ni ampang i. Pararat hamu ma angka na denggan na asing dibagasan rohamuna.

 Khusus kepada yang tidak memahami lagi dirinya sebagai keturunan Deak Parujar:

  • Memanfaatkan sebanyak mungkin titik-titik geothermal untuk pembangkit listrik sehingga panas yang terperangkap di perut bumi dapat dikeluarkan dan bermanfaat bagi umat manusia.
  • Memanfaatkan sumber-sumber air-panas-bumi untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan untuk tujuan bersenang-senang mungkin akan lebih cepat terealisasi.
  • Menghijaukan semua dataran yang gundul dengan menanami pohon-pohon sehingga permukaan tanah tidak tergerus dan mampu sebagai penyerapan air di permukaan bumi.
  • Coba merenungkan sejenak bahwa Kabupaten ini sama waktu berdirinya dengan tahun merdekanya Indonesia, namun sejak Indonesia merdeka, Kabupaten ini tidak pernah berjaya terlepas dari peta kemiskinan.

—–   I ma jolo tu si…. Horas ! ——–

Kemiskinan Tapanuli Utara Sebuah Pencitraan atau Kenyataan?

February 6, 2011

Rakyatku malang

Sewaktu penulis menurunkan sebuah artikel di Naipospos Online pada 17 Juni 2008 dengan judul Ada Apa di Sipoholon dan kemudian artikel ini di posting juga di situs WebBlok Hutauruk Bona  pada 2 Oktober 2010 dengan judul yang sama. Ada dibahas sedikit peta kemiskinan yang dialami oleh masyarakat di Sipoholon tempat bermukimnya mayoritas marga-marga keturunan Naipospos. 

Sewaktu penulis bermaksud akan menulis sebuah artikel di Situs WebBlog ini, lalu menelusuri beberapa referensi sebagai bahan tulisan, dan menemukan sebuah makalah yang menarik dan kenyataannya mendukung apa yang pernah disampaikan oleh penulis pada judul yang disebutkan sebelumnya. 

Sebuah paper Pasca Sarjana setebal 6 halaman yang ditulis oleh Toga P. Sihotang dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dirilis tahun 1997, memang menjadi menyentuh pemikiran dengan pertanyaan; Apakah Kemiskinan di Tapanuli Utara sebagai sebuah Pencitraan atau Kenyataan?  Read the rest of this entry »

Selamat Natal & Tahun baru

December 20, 2010

Idul Fitri 1431H

September 8, 2010

Merdekalah

August 17, 2010

Indonesia

Ramadhan Bulan Puasa

August 11, 2010